Menanti Serendipity


posted by Ratri Anggardani Prayitno on ,

No comments

Senin, 11:11 pm
Tuhan, bolehkah aku meminta serendipity sekali lagi?


Senin, 07:30 am
Pagi ini ku mulai hari seperti biasa, mengecek sosial mediaku sembari menyerutup secangkir kopi. Ada sebuah notifikasi dari 3 tahun lalu, sebuah foto grup saat liburan ke Yogyakarta, wajah-wajah tak asing yang sekarang lebih sering kurindukan daripada kutemui. Tak sengaja aku temukan sebuah wajah lain yang sangat lekat di otakku. Dia tak seharusnya ada di foto ini, tidak. Aku harus berulang kali memperbesar foto itu, meyakinkan diriku bahwa aku tidak salah orang. Ya, mata yang sama, garis wajah yang sama hanya sedikit lebih tirus. Tuhan, ini apa?

***
Denting dawai menyuarakan sebuah awal kisah kehidupan,
yang berjalan, detik berputar, hari dimulai
***


Senin, 08:13 pm
Malam ini, otakku menjelma menjadi detektif, memutar ulang semua memori dan pembicaraan 2 tahun lalu. Insomnia sudah pasti akan menjadi sahabatku kali ini.

Complete story »

The Journey


posted by Ratri Anggardani Prayitno on ,

No comments

I've read somewhere before, "Someone is tough when she's left alone, surviving all by herself and her might. When you give her a shoulder to lean on, she's just not that tough anymore." Karena memang itulah insting dasar semua yang diberi nyawa: untuk bertahan.

***

"Aku udah beli tiket," kataku tiba-tiba mencoba membuka pembicaraan.
"Hah? Kemana?" tanyamu kebingungan.
"Somewhere. Over the rainbow~" jawabku sambil bergurau.
"Hahaha, seriusan ini, mau kemana?" desakmu.
"Thailand. HAHAHA." tampaknya tawaku terlalu aku paksakan.
"Kamu gak pernah cerita." selidikmu.
"Memang. Aku impulsif. You know lah.." jawabku sekenanya.
"Nanti di sana, mungkin aku bakalan disconnect sementara. Gak usah titip oleh-oleh ya. Kere nih." sambungku sebelum kamu sempat berkata-kata.

Sebelum akhirnya malam ini usai, aku mencoba menangkap matamu, mencoba menggali sesuatu, dari hatimu, dari hatiku. Setelah malam ini, aku tak tahu apa yang mungkin akan terjadi.

***
Ku tergetar saat menatap kedua matamu
Melahirkan seutas keinginan 'tuk memilikimu

Kian bertahan memendam raut wajahmu
kulihat sebuah jalan yang langsung menuju batinmu

***

Complete story »

Reasons to be missed


posted by Ratri Anggardani Prayitno on ,

2 comments


Rrrrrttt. Rrrrrttt. Rrrrrttt.

Ponselku bergetar, membuyarkan lamunanku. Sudah lama rasanya aku tak melamun, kemudian secara tak sengaja sebuah lagu favoritku saat dulu terputar di pesawat radio. Ku tengok ponsel, sebuah panggilan yang sebenarnya tak begitu kuharapkan. Betapa dua manusia bisa saling terhubung, Semesta. Aku takjub. Bagaimana bisa Dia mengatur semua ini begitu saja dengan alasan “kebetulan”.

“Halo, bisa bicara dengan Cinta.” Sebuah suara yang amat ku kenal.
“Pret!” Jawabku singkat yang langsung disambut suara tawa yang dulu pernah amat kusuka. Biasanya kucubit pipinya kalau sudah begitu. Dulu.

Pembicaraan itu tipikal basa-basi yang cukup membuatku tak peduli akan yang sebenarnya kami bicarakan. Yang kuingat hanya kalimat yang aku lontarkan tanpa pikir panjang, “Jangan buat gue jatuh cinta sama lo lagi. Please.”

Jeda sejenak, dan seingatku aku mulai tidak suka pembicaraan yang mulai serius itu. 

Forgetting all the hurt inside
You’ve learned to hide so well
***

Complete story »

Si Gadis


posted by Ratri Anggardani Prayitno on ,

No comments

Sore itu, di ujung trotoar, seorang lelaki duduk di atas motornya sambil memainkan telepon genggam keluaran Denmark yang sudah terlalu uzur. Bermain “Snakes” sepertinya. Entah sudah berapa level yang telah ia taklukan sembari menunggu.
Dari ujung trotoar satunya, seorang gadis dengan setelan kaos dan jeans, lengkap dengan jaket hijau lumut dan tas kanvas datang berjalan ke arah si Lelaki. Tepat di hadapan si Lelaki, si Gadis memasang senyum lebar, menutupi rasa bersalah. Mereka memutuskan untuk segera beranjak. Peluit kereta api dan besi yang beradu menjadi iringan kepergian mereka.

Tak banyak yang mereka bicarakan selama perjalanan sore itu. Cuaca dan kabar sudah dari tadi mereka tamatkan. Si Gadis memilih larut dalam semburat senja. “Terlalu sunyi, aku tidak suka,” pikir si Gadis, “Tapi untuk saat ini, biarlah sunyi.”

Do you feel the way I do? Right now

Tak lama, sebuah kafe kecil menjadi persinggahan mereka. Wangi kayu dinding kafe dan setangkup roti bakar terlalu menggugah untuk diabaikan lama-lama di antara senandung lagu hujan. Tapi mereka tetap harus bicara, apapun kecuali tentang kabar dan cuaca. Mereka mulai tergelak tawa pada hal-hal yang entah apa. Si Gadis tak suka sunyi, sunyi hanya boleh untuk sendiri. Apapun, mereka harus tetap bicara, termasuk kisah-kisah mereka.

Complete story »

Risik


posted by Ratri Anggardani Prayitno on

No comments

Aku suka berisik ini.
Semilir angin yang terkadang melaju,
derik jangkrik yang saling beradu,
dan gemericik air pancuran
yang walaupun palsu,
cukup meramaikan malamku,
dan mendamaikannya di satu waktu.

Ada engkau di ujung satunya.
Setidaknya aku tahu itu engkau di sana,
tergelak pada laku bodohmu sendiri,
yang menjadikan hatiku ramai,
dan risik itu yang menjadikannya damai.


-Bandung, hujan malam hari.