I've read somewhere before, "Someone is tough when she's left alone, surviving all by herself and her might. When you give her a shoulder to lean on, she's just not that tough anymore." Karena memang itulah insting dasar semua yang diberi nyawa: untuk bertahan.
"Aku udah beli tiket," kataku tiba-tiba mencoba membuka pembicaraan.
"Hah? Kemana?" tanyamu kebingungan.
"Somewhere. Over the rainbow~" jawabku sambil bergurau.
"Hahaha, seriusan ini, mau kemana?" desakmu.
"Thailand. HAHAHA." tampaknya tawaku terlalu aku paksakan.
"Kamu gak pernah cerita." selidikmu.
"Memang. Aku impulsif. You know lah.." jawabku sekenanya.
"Nanti di sana, mungkin aku bakalan disconnect sementara. Gak usah titip oleh-oleh ya. Kere nih." sambungku sebelum kamu sempat berkata-kata.
Boarding pass itu bertuliskan CGK-DMK. Tidak ada orang lain di samping kursi tempatku menunggu panggilan untuk memasuki pesawat. Aku menatap nanar ke luar jendela, memperhatikan pesawat yang berlalu lalang di landasan pacu. Entah kenapa aku selalu suka bandara, itu seperti sebuah garis awal pada sebuah fragmen perjalanan hidup. Begitupun perjalanan kali ini.
Tak berapa lama suara dari intercomm terdengar nyaring, mempersilahkan penumpang penerbangan QZ-252 untuk mulai memasukin kabin pesawat. Here we go.
Perjalanan 3 jam dan 30 menit yang membawaku ke sebuah dunia baru. Wajah-wajah asing, bahasa-bahasa yang asing, tempat yang asing. Aku, sendiri. Well, not really, perjalanan kali ini aku berteman aplikasi, dan modal nekat tentu saja. Kita lihat, mau jadi apa perjalanan ini? List itinerary yang ngasal dan seadanya mengubah status perjalanan kali ini dari "travelling" menjadi "wandering".
Day 1
Host yang ramah. Sepasang suami-istri muda, Vasan dan Jenny, traveller, memutuskan untuk menetap dan menyewakan beberapa kamar seadanya untuk para pelancong yang saat ini lebih trend dengan sebutan "backpacker". Setelah berbincang beberapa saat, aku pamit untuk berkeliling sejenak di sekitar hostel.
Day 2
Aku mencoba coffee shop lokal rekomendasi dari Vasan, Everyday by Karmakamet, berjarak tak jauh dari hostel. Tempatnya tidak terlalu luas, tetapi tampak nyaman. Sejenak aku melihat papan menu, dan aku memutuskan untuk memesan secangkir americano. Tak kutambahkan sedikitpun gula ke dalamnya, persis seperti favoritmu. Pagi itu, aku teringat olehmu.
Day 3
***
"Aku udah beli tiket," kataku tiba-tiba mencoba membuka pembicaraan.
"Hah? Kemana?" tanyamu kebingungan.
"Somewhere. Over the rainbow~" jawabku sambil bergurau.
"Hahaha, seriusan ini, mau kemana?" desakmu.
"Thailand. HAHAHA." tampaknya tawaku terlalu aku paksakan.
"Kamu gak pernah cerita." selidikmu.
"Memang. Aku impulsif. You know lah.." jawabku sekenanya.
"Nanti di sana, mungkin aku bakalan disconnect sementara. Gak usah titip oleh-oleh ya. Kere nih." sambungku sebelum kamu sempat berkata-kata.
Sebelum akhirnya malam ini usai, aku mencoba menangkap matamu, mencoba menggali sesuatu, dari hatimu, dari hatiku. Setelah malam ini, aku tak tahu apa yang mungkin akan terjadi.
***
Ku tergetar saat menatap kedua matamu
Melahirkan seutas keinginan 'tuk memilikimu
Kian bertahan memendam raut wajahmu
kulihat sebuah jalan yang langsung menuju batinmu
kulihat sebuah jalan yang langsung menuju batinmu
***
Tak berapa lama suara dari intercomm terdengar nyaring, mempersilahkan penumpang penerbangan QZ-252 untuk mulai memasukin kabin pesawat. Here we go.
Perjalanan 3 jam dan 30 menit yang membawaku ke sebuah dunia baru. Wajah-wajah asing, bahasa-bahasa yang asing, tempat yang asing. Aku, sendiri. Well, not really, perjalanan kali ini aku berteman aplikasi, dan modal nekat tentu saja. Kita lihat, mau jadi apa perjalanan ini? List itinerary yang ngasal dan seadanya mengubah status perjalanan kali ini dari "travelling" menjadi "wandering".
Day 1
Host yang ramah. Sepasang suami-istri muda, Vasan dan Jenny, traveller, memutuskan untuk menetap dan menyewakan beberapa kamar seadanya untuk para pelancong yang saat ini lebih trend dengan sebutan "backpacker". Setelah berbincang beberapa saat, aku pamit untuk berkeliling sejenak di sekitar hostel.
Day 2
Aku mencoba coffee shop lokal rekomendasi dari Vasan, Everyday by Karmakamet, berjarak tak jauh dari hostel. Tempatnya tidak terlalu luas, tetapi tampak nyaman. Sejenak aku melihat papan menu, dan aku memutuskan untuk memesan secangkir americano. Tak kutambahkan sedikitpun gula ke dalamnya, persis seperti favoritmu. Pagi itu, aku teringat olehmu.
Day 3
Jatujak Night Market. Ramai, sangat ramai. Perutku terlalu penuh dengan makanan sore tadi. Pun aku terlalu lelah untuk berbincang dan mencoba mengerti apa yang para pedagang itu jual. Tonight, I'm officially lost in translation. So is my heart.
Day 4
Rot Fai Garden. Andai aja Jakarta punya taman kota sebagus ini. I bring my lunch with me. Aku memilih duduk di bawah pohon di tepi danau. Kupasang headset, playlist is on shuffle. Danilla is on the play.
"Oi!", tulisku singkat
5 menit.. 10 menit... 20 menit... 27 menit...
"Finally! Gimana Thailand?" akhirnya balasanmu kuterima.
"Great! Ternyata solo travelling itu ngeri-ngeri sedap. Apalagi ke tempat yang kamu bener-bener asing sama orangnya, bahasanya. Ntar aku ceritain kalo udah balik."
"Kapan pulang? Gak sabar ketemu oleh-olehku." candamu seperti biasa.
Oh how I really miss your jokes, and your flirtatious smile, and those eyes. Those eyes!!
"Besok pagi aku pulang. Jemput dong." manjaku, tak seperti biasanya.
"Tumben minta jemput, biasanya juga balik sendiri."
"Capek gueeee... Jemput ya.. Yayaya?" rajukku
"Jam berapa landing? Terminal berapa? Liat besok ya"
Malam itu, aku tertidur dengan mata bengkak. Entah kenapa, air mata tiba-tiba saja mengalir, dan aku pun tak berniat untuk sedikitpun menghentikannya. Entah kenapa, perjalanan ini begitu melelahkan batinku. Malam itu, aku menyadari sesuatu, bahwa berjuang sendirian itu amatlah melelahkan. Tiada satupun bahu untuk sekedar sejenak beristirahat, tiada satupun telinga untuk berbagi cerita. Aku membutuhkanmu, aku membutuhkan pundakmu lebih dari itu.
Aku datang 3 jam sebelum keberangkatan pesawat yang akan membawaku pulang. Kuhabiskan waktu sambil berjalan menyusuri bandara, jejeran kartu pos di Kinokuniya memanggilku untuk mampir sejenak. Aku menemukan oleh-oleh untukmu. Segera kubayar kartu pos bergambar lukisan gajah abstrak itu, dan kupinjam pulpen dari kasir. Segera aku menuju post service, yang ternyata searah dengan boarding room pesawatku. Mestakung.
Andai kamu tahu betapa bahagianya aku saat akhirnya ponselku kunyalakan, dan kudapati pesan singkat darimu, "Aku udah di depan pintu kedatangan. Call me when you're landed." Kalikan rasa itu dengan 1000, ketika akhirnya aku mendapati kamu ada di depanku. Tapi mungkin kamu tak akan tahu, karena aku sama sekali tak menampakkannya.
"Makan please. Aku lapar. Ayam penyet dan nasi uduk. Please." permintaanku kali ini tidak bisa ditawar.
"Oleh-oleh gue dulu lah." todongmu.
"Aku udah beliin, tapi kamu harus sabar. Aku belinya di airport, dan gak bisa kubawa, harus di-pos-in. Palingan seminggu lagi sampe. Hehe."
Aku hampir saja lupa bahwa aku pernah mengirimkan kartu pos kepadamu. Sudah hampir 2 minggu, ketika akhirnya kamu mengirimkanku foto kartu pos dengan tulisan tangan yang aku ingat jelas. Hatiku berdetak dengan sangat kencang. Aku tak ingat lagi chat terakhir sebelum foto itu. Aku tak ingat lagi chat setelah foto itu.
Day 4
Rot Fai Garden. Andai aja Jakarta punya taman kota sebagus ini. I bring my lunch with me. Aku memilih duduk di bawah pohon di tepi danau. Kupasang headset, playlist is on shuffle. Danilla is on the play.
***
Ku terbenam saat kau jatuh dalam pelukku
Menatap sebuah perasaan saat kau ada denganku
***
"Oi!", tulisku singkat
5 menit.. 10 menit... 20 menit... 27 menit...
"Finally! Gimana Thailand?" akhirnya balasanmu kuterima.
"Great! Ternyata solo travelling itu ngeri-ngeri sedap. Apalagi ke tempat yang kamu bener-bener asing sama orangnya, bahasanya. Ntar aku ceritain kalo udah balik."
"Kapan pulang? Gak sabar ketemu oleh-olehku." candamu seperti biasa.
Oh how I really miss your jokes, and your flirtatious smile, and those eyes. Those eyes!!
"Besok pagi aku pulang. Jemput dong." manjaku, tak seperti biasanya.
"Tumben minta jemput, biasanya juga balik sendiri."
"Capek gueeee... Jemput ya.. Yayaya?" rajukku
"Jam berapa landing? Terminal berapa? Liat besok ya"
Malam itu, aku tertidur dengan mata bengkak. Entah kenapa, air mata tiba-tiba saja mengalir, dan aku pun tak berniat untuk sedikitpun menghentikannya. Entah kenapa, perjalanan ini begitu melelahkan batinku. Malam itu, aku menyadari sesuatu, bahwa berjuang sendirian itu amatlah melelahkan. Tiada satupun bahu untuk sekedar sejenak beristirahat, tiada satupun telinga untuk berbagi cerita. Aku membutuhkanmu, aku membutuhkan pundakmu lebih dari itu.
Aku datang 3 jam sebelum keberangkatan pesawat yang akan membawaku pulang. Kuhabiskan waktu sambil berjalan menyusuri bandara, jejeran kartu pos di Kinokuniya memanggilku untuk mampir sejenak. Aku menemukan oleh-oleh untukmu. Segera kubayar kartu pos bergambar lukisan gajah abstrak itu, dan kupinjam pulpen dari kasir. Segera aku menuju post service, yang ternyata searah dengan boarding room pesawatku. Mestakung.
Andai kamu tahu betapa bahagianya aku saat akhirnya ponselku kunyalakan, dan kudapati pesan singkat darimu, "Aku udah di depan pintu kedatangan. Call me when you're landed." Kalikan rasa itu dengan 1000, ketika akhirnya aku mendapati kamu ada di depanku. Tapi mungkin kamu tak akan tahu, karena aku sama sekali tak menampakkannya.
"Makan please. Aku lapar. Ayam penyet dan nasi uduk. Please." permintaanku kali ini tidak bisa ditawar.
"Oleh-oleh gue dulu lah." todongmu.
"Aku udah beliin, tapi kamu harus sabar. Aku belinya di airport, dan gak bisa kubawa, harus di-pos-in. Palingan seminggu lagi sampe. Hehe."
***
Kuingin waktu biarlah berhenti di sini
Agar senantiasa tak kunjung engkau pergi
Seperti malam menanti esok pagi
***
Aku hampir saja lupa bahwa aku pernah mengirimkan kartu pos kepadamu. Sudah hampir 2 minggu, ketika akhirnya kamu mengirimkanku foto kartu pos dengan tulisan tangan yang aku ingat jelas. Hatiku berdetak dengan sangat kencang. Aku tak ingat lagi chat terakhir sebelum foto itu. Aku tak ingat lagi chat setelah foto itu.
"Sudikah kiranya kau mengizinkan diriku,
tuk sejenak berkunjung ke dalam hatimu.
Pastikan ku ada di sana"
..Sincerely yours..
"Get lost, so you'll find yourself." they said.
I found you instead.
Lyrics: Danilla - Ada di Sana